Berulangkali Mangkir, Julianty Terancam Dijemput Paksa

Asahan – Berulangkali mangkir dari panggilan penyidik Polres Asahan, Julianty terlapor dugaan pemalsuan surat terancam dijemput paksa.

Tindakan penjemputan paksa oleh penyidik terhadap Julianty diketahui dari surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) Nomor : B/322.D/VIII/Res.1.9/2025/Reskrim yang diterima korban Sutanto dari Polres Asahan.

Dalam surat SP2HP atas laporan Sutanto terkait dugaan pemalsuan dokumen atau surat dengan terlapor Julianty menyebutkan, bahwa laporan itu sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan. Adapun tindakan yang dilakukan penyidik yakni telah memeriksa sejumlah saksi, telah memeriksa ahli pidana dari Universitas Pembangunan Panca Budi Medan, Dr Muhammad Arif Sahlepi Lubis SH M.Hum.

Telah melakukan pemanggilan terhadap Julianty pada tanggal 13 Agustus 2025 untuk hadir pada 19 Agustus 2025, namun Julianty tidak memenuhi panggilan penyidik alias mangkir dengan alasan sakit sesuai surat keterangan istirahat dari RSU Royal Prima tanggal 16 Agustus 2025.

Akibat mangkirnya Julianty penyidik akan kembali melakukan pemanggilan terhadap Julianty untuk diperiksa dan jika tidak juga hadir maka penyidik akan menjemput paksa dengan menerbitkan surat perintah membawa saksi.

Demi memastikan laporannya segera diproses dan ditindaklanjuti, Sutanto melalui kuasa hukumnya Jo Simanihuruk SH melayangkan surat mohon perlindungan hukum kepada Kapolres Asahan AKBP Revi Nurvelani.

Adapun dasar permohonan sebagai berikut, bahwa Sutanto telah melaporkan Julianty atas dugaan pemalsuan surat sesuai laporan polisi Nomor : LP/B/271/IV/2025/SPKT/POLRES ASAHAN/POLDA SUMUT tanggal 15 April 2025 atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau keterangan palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHPidana dan atau Pasal 266 KUHPidana.

Bahwa penyidik sudah memanggil Julianty namun mangkir alias tidak memenuhi panggilan untuk hadir pada 19 Juli 2025, panggilan kedua pada 19 Agustus 2025 Julianty kembali mangkir, namun kali ini beralasan sakit dengan menyampaikan surat dari RSU Royal Prima. Selanjutnya penyidik akan memanggil Julianty dan jika mangkir akan dijemput paksa.

Baca Juga:  Pemkab Asahan Terima DBH 2025 dari Pemprov Sumut, Fokus Perkuat Layanan Dasar dan Infrastruktur

“Ketidakhadiran Julianty pada panggilan pertama tanpa alasan dan kedua berdalih sakit kami anggap itu hanya akal-akalan Julianty sendiri. Sebab berdasarkan pantauan klien kami (Sutanto) saat panggilan kedua Julianty sedang melakukan aktifitas seperti biasa dan berkumpul bersama keluarganya di Medan. Sehingga tampaklah Julianty berbohong dan jelas tidak menghargai panggilan dari Polres Asahan serta sengaja untuk menghambat atau memperlambat proses penyidikan perkara ini,”tegas Jo Simanihuruk, Rabu (10/09/2025).

Untuk itu Simanihuruk memohon agar penyidik dapat segera memanggil kembali Julianty dan memanggil dokter RSU Royal Prima beserta oknum Kepala Kantor ATR/BPN Asahan untuk diperiksa demi memeroleh kepastian hukum atas perkara dugaan pemalsuan surat itu.

“Surat permohonan perlindungan hukum ini juga kita tembuskan kepada Divisi Propam Mabes Polri, Kapolda Sumut, Irwasda Polda Sumut dan Kabid Propam Polda Sumut,”kata Simanihuruk mendesak Polres Asahan segera menetapkan Julianty sebagai tersangka pemalsuan surat.

Sutanto melaporkan Julianty ke Polres Asahan atas dugaan pemalsuan surat sertifikat SHM No 74, Julianty diduga memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik dengan tujuan untuk membuktikan sesuatu hak, dengan cara dimana Julianty mengajukan permohonan pemecahan sertifikat SHM No 74 atas nama Julianty ke Kantor BPN Asahan menjadi empat bagian sertifikat. Adapun keempat sertifikat yang dipecah yakni sertifikat SHM Nomor 482, 483,484 dan 485.

Pemecahan sertifikat SHM Nomor 74 menjadi empat sertifikat setelah adanya persetujuan BPN Asahan diketahui Januari 2024. Tindakan pemecahan sertifikat itu bentuk pembangkangan terhadap putusan Pengadilan Negeri Tanjungbalai dan Pengadilan Tinggi Medan.

Sebab berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tanjungbalai bahwa sertifikat SHM No 74 tidak boleh dipecah dan dibalik nama, putusan itu terbit pada tanggal 3 Juli 2023 dikuatkan dengan putusan PT Medan tertanggal 12 September 2023 dan putusan Mahkamah Agung 20 Maret 2024.

Baca Juga:  Pemerintah Kabupaten Asahan Gelar Sosialisasi Anti Korupsi

Namun Julianty selaku tergugat dalam perkara gugatan perdata dengan penggugat Sutanto sudah mengetahui putusan pengadilan itu, sama halnya BPN Asahan sebagai tergugat dalam perkara itu juga mengetahuinya. Akan tetapi putusan pengadilan diabaikan sehingga sertifikat SHM No 74 dipecah menjadi empat sertifikat.

Atas dasar itu pula Jo Simanihuruk atas nama kliennya Sutanto, mendesak Polres Asahan untuk memeriksa oknum Kepala Kantor ATR/BPN Asahan karena terlibat melakukan pemecahan sertifikat SHM No 74. “Kita minta supaya penyidik memanggil dan memeriksa oknum Kepala Kantor BPN Asahan terkait pemecahan sertifikat yang telah merugikan klien saya,”ujar Simanihuruk. (Usni)