Medan – Banjir yang kembali melanda Kota Medan dan sejumlah daerah sekitarnya pada pekan ini menunjukkan bahwa persoalan klasik itu belum juga menemukan jalan keluar yang memadai. Genangan yang menutup akses jalan, merendam rumah warga, dan mengganggu aktivitas ekonomi memperlihatkan betapa rentannya kota ini menghadapi curah hujan yang sebenarnya tidak luar biasa. Situasi ini menciptakan kegelisahan baru di tengah masyarakat yang sejak lama berharap adanya solusi nyata dari pemerintah.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar titik banjir merupakan lokasi yang sama dari tahun ke tahun. Mulai dari Medan Johor, Medan Maimun, Medan Selayang, hingga Medan Tuntungan, genangan tetap hadir setiap kali hujan deras turun. Di kawasan pinggiran seperti Deliserdang dan Binjai, kondisi serupa juga terjadi. Ini menandakan bahwa persoalan degradasi lingkungan, pendangkalan drainase, dan buruknya sistem resapan air belum ditangani secara menyeluruh. Padahal, anggaran perbaikan infrastruktur drainase terus digelontorkan setiap tahun.
Redaksi menilai bahwa akar persoalan banjir di Medan bukan hanya soal curah hujan, melainkan kegagalan tata kelola perkotaan. Pembangunan yang tumbuh cepat tanpa perencanaan matang, maraknya alih fungsi lahan, lemahnya penegakan aturan bangunan, serta minimnya evaluasi proyek drainase membuat kota ini semakin tidak sanggup menampung volume air permukaan. Pemerintah kota cenderung reaktif baru bergerak setelah banjir terjadi ketimbang menyiapkan langkah pencegahan jangka panjang yang terukur. Situasi ini memperlihatkan betapa pentingnya kepemimpinan yang berorientasi pada mitigasi risiko, bukan sekadar penanganan darurat.
Sudah saatnya Pemkot Medan mengambil langkah strategis dan berani. Pertama, melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh sistem drainase, termasuk saluran yang tertutup bangunan ilegal atau penduduk yang menimbun parit. Kedua, menegakkan aturan tata ruang secara konsisten dengan menindak pelanggaran pembangunan yang mengganggu aliran air. Ketiga, memperluas kawasan resapan dan ruang hijau sebagai upaya jangka panjang mengurangi limpahan air. Keempat, membangun sistem peringatan dini dan edukasi masyarakat agar penanggulangan dapat dilakukan lebih cepat dan efisien.
Medan membutuhkan solusi berkelanjutan, bukan sekadar pengerukan parit musiman yang selalu diulang setiap tahun. Jika pemerintah kota serius membenahi tata kelola lingkungan dan drainase, maka banjir tidak perlu lagi menjadi “ritual tahunan” yang merugikan warga. Sungai, parit, dan kanal bukan musuh; mereka hanya membutuhkan perawatan yang konsisten. Saatnya Medan bangkit dari lingkaran masalah yang sama dan menata masa depan yang lebih aman bagi seluruh warganya. (Rendi)









