Natal dan Tanggung Jawab Sosial: Saatnya Solidaritas Jadi Kebiasaan

Natal kerap hadir sebagai perayaan sukacita, namun di banyak sudut kota, sukacita itu tidak selalu mudah dirasakan. Bagi lansia yang hidup sendiri, janda dan duda yang bertahan dengan penghasilan terbatas, hingga warga yang baru saja dihantam banjir, Natal bisa terasa lebih sebagai ujian ketimbang pesta. Karena itu, langkah Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kota Medan yang menyalurkan bantuan sembako dan kebutuhan dasar kepada warga rentan di Helvetia patut diapresiasi bukan semata karena nilai bantuan, melainkan karena pesan moral di baliknya penderitaan sosial tidak boleh dinormalisasi, dan kepedulian tidak boleh musiman.

Peristiwa banjir yang melanda Medan belakangan ini kembali membuka fakta lama bencana bukan hanya urusan alam, melainkan juga cermin kesiapsiagaan kota dan daya tahan sosial warga. Ketika banjir datang, kelompok paling rentan selalu merasakan dampaknya lebih dahulu dan lebih lama. Di titik inilah kehadiran organisasi masyarakat, komunitas, dan lembaga profesi menjadi penting sebagai jembatan yang mempercepat bantuan sampai ke tangan yang membutuhkan.

Kegiatan yang dilakukan SMSI Kota Medan bersama Pemerintah Kota Medan dan Ketua DPRD Kota Medan menunjukkan contoh kolaborasi yang sehat ada peran organisasi, ada dukungan pemerintah, dan ada perhatian dari unsur legislatif. Namun, praktik baik ini seharusnya tidak berhenti pada seremoni Natal semata. Solidaritas sosial harus menjadi kebiasaan kolektif terstruktur, berkelanjutan, dan terukur agar dampaknya tidak hanya meredakan kesulitan sesaat, tetapi ikut memperkuat ketahanan komunitas.

Bagi SMSI sebagai organisasi media, kepedulian sosial juga membawa makna tambahan. Media bukan hanya penyampai informasi, tetapi dapat menjadi penggerak empati publik. Di tengah derasnya arus berita, media memiliki kekuatan untuk menyoroti siapa yang sering tak terlihat lansia yang kesepian, keluarga yang rumahnya tergenang, dan warga yang bertahan tanpa akses bantuan memadai. Ketika media turun tangan, publik diingatkan bahwa di balik statistik banjir ada wajah, ada kisah, ada kebutuhan nyata.

Baca Juga:  Kesiapsiagaan Kolaboratif untuk Menyambut Natal dan Tahun Baru di Kota Medan

Akan tetapi, bantuan sosial yang efektif perlu dibarengi evaluasi kebijakan. Banjir yang berulang menuntut pembenahan drainase, penataan permukiman rawan, penertiban tata ruang, serta sistem peringatan dan respons cepat di tingkat kelurahan. Kepedulian sosial akan jauh lebih bermakna jika diikuti langkah-langkah pencegahan agar penderitaan tidak terus berulang pada orang yang sama.

Natal mengajarkan kasih, dan kasih yang paling nyata adalah yang menyentuh mereka yang paling lemah. Tindakan berbagi di Helvetia adalah pengingat bahwa kebersamaan bukan slogan, melainkan kerja nyata. Semoga semangat ini tidak hanya hidup di bulan Desember, tetapi menjadi budaya sepanjang tahun membantu tanpa menunggu ramai, hadir tanpa menunggu viral, dan peduli tanpa menunggu musim perayaan.

Penulis: Rediaman GuloEditor: Redaksi