Bareskrim Polri Bongkar Perdagangan Ilegal Sianida di Surabaya dan Pasuruan, Omzet Capai Rp 59 Miliar

Surabaya – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap kasus perdagangan ilegal bahan kimia berbahaya jenis sianida di dua lokasi di Jawa Timur, yakni di Surabaya dan Pasuruan. Dalam pengungkapan ini, satu orang ditetapkan sebagai tersangka dengan total barang bukti mencapai 9.888 drum sianida atau sekitar 494,4 ton.

Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, menyebut lokasi pertama berada di pergudangan Jalan Margo Mulia Indah Blok H/9A, Tandes, Surabaya, sedangkan lokasi kedua di Jalan Gudang Garam, Gempol, Kabupaten Pasuruan.

“Dari dua lokasi tersebut, tim menyita ribuan drum sianida dari berbagai merek, termasuk dari perusahaan luar negeri seperti Hebei Chengxin (China) dan Taekwang Ind. Co. Ltd (Korea),” jelas Kombes Pol Jules dalam konferensi pers di lokasi, Kamis (8/5/2025).

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, menjelaskan pengungkapan ini bermula dari laporan masyarakat tentang peredaran sodium cyanide secara ilegal. Penyelidikan yang dilakukan sejak 11 April 2025 mengarah ke gudang milik PT SHC di Surabaya.

“Saat penggeledahan dilakukan, kami memperoleh informasi bahwa akan masuk 10 kontainer sianida dari Tiongkok. Karena proses sedang berjalan, pengiriman itu dialihkan ke gudang di Pasuruan,” ungkap Brigjen Nunung.

Tersangka SE, selaku Direktur PT SHC, terbukti mengimpor sianida dari Tiongkok menggunakan dokumen perusahaan tambang emas yang tidak lagi beroperasi, serta memperdagangkannya tanpa izin resmi. Sianida tersebut diduga dijual ke penambang emas ilegal di berbagai daerah.

Untuk menyamarkan aktivitas ilegalnya, pelaku melepas label merek pada drum sebelum didistribusikan. “Pelaku memiliki jaringan pelanggan tetap dengan volume pengiriman 100 hingga 200 drum setiap kali. Harga jual satu drum mencapai Rp 6 juta,” tambahnya.

Baca Juga:  Fraksi PDI Perjuangan Pertanyakan Pencabutan Perda Tata Ruang Kota Medan, Minta Penjelasan dari Wali Kota

Dari hasil penyidikan, perdagangan ilegal ini telah menghasilkan omzet hingga Rp 59 miliar selama satu tahun operasi (2024–2025), dengan pengiriman dilakukan sebanyak tujuh kali.

SE kini dijerat dengan:

  • Pasal 24 ayat (1) jo Pasal 106 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 4 tahun atau denda hingga Rp 10 miliar.
  • Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f jo Pasal 62 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp 2 miliar.

Brigjen Nunung menegaskan, penyidikan masih berlangsung dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan dari pihak internal atau eksternal perusahaan.